Sabtu, 11 April 2009

KETIKA SALSINHA Cs. DITUDING PENGHAMBAT
INVESTASI ASING

Oleh Vladimir Ageu S.K.


Dalam beberapa hari terakhir ini, di halaman-halaman depan media massa nasional menurunkan berita mengenai statemen politik yang dikeluarkan oleh Menteri Kerjasama Luar Negeri Zacarias da Costa yang intinya menyatakan bahwa kasus Salsinha cs. telah menjadi faktor penghambat bagi masuknya investor asing untuk menanamkan modalnya di Timor Leste. Keluarnya pernyataan tersebut kemudian memunculkan tanggapan dari kalangan politikus maupun anggota Parlemen Nasional.
Secara sepintas---jika ditinjau dari perspektif keamanan---maka pernyataan Sang Menteri tersebut mengandung unsur ‘kebenaran’ bahwa modal yang ditanamkan harus mendapatkan jaminan keamanan. Namun, jika ditinjau dari sudut pandang lain, maka unsur ‘kebenaran’ tersebut dapat berbalik arah menjadi ‘ketidakbenaran’. Polemik dengan wujud pro dan kontra ini, seakan-akan mengindikasikan bahwa terdapat pihak-pihak yang melupakan atau memang pura-pura lupa (beberapa teman penulis menyatakan: kemungkinan tidak tahu. Mungkin!) mengenai sesuatu yang lebih mendasar, yakni konsep investasi.
Secara sederhana, dalam Kamus Bahasa Indonesia memaknai ‘investasi’ sebagai aktivitas ‘penanaman modal’. Artinya, terdapat kegiatan-kegiatan penanaman yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak (pribadi atau institusi) pemilik modal atas modal yang dimilikinya dengan satu tujuan yang pasti yakni modal tersebut bisa hidup, tumbuh, berkembang dan berbuah, dan seterusnya hingga melahirkan bibit-bibit modal yang baru. Intinya, modal yang sengaja ditanam tersebut mampu menghasilkan keuntungan.
Dari penjelasan sederhana di atas, setidak-tidaknya dalam kata ‘investasi’ mengandung beberapa unsur pokok yang sekaligus sebagai variabel, yakni modal (jenis tanaman), kegiatan penanaman, dan keuntungan. Sebagai variabel, maka masing-masing unsur tersebut memiliki indikator-indikator sebagai tolak ukurnya, dan seterusnya.
Dalam dunia ekonomi, modal (dapat berupa uang atau lainnya) jika dibiarkan diam, maka tidak akan mengalami perubahan, dan meskipun ada perubahan, modal tersebut akan bergerak secara lambat. Agar suatu modal dapat bergerak dengan cepat, maka harus (secara sengaja, terencana) diputar atau digerakkan. Dengan harapan, modal tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Rencana pemutaran dan penggerakkan inilah yang dimaksud dengan kegiatan penanaman. Sementara itu, kegiatan penanaman ini sendiri banyak varian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kondisi kesuburan tanah.
Kembali ke topik permasalahan: benarkah kasus Salsinha cs. menjadi penghambat bagi kegiatan penanaman modal asing di Timor Leste? Mengingat permasalahan ini diangkat oleh Menteri Luar Negeri dan bernuansa ekonomi-politik, maka jawabannya, sedikit atau banyak, juga mengandung unsur-unsur politik.
Pertama, jawabannya adalah ‘benar’ bahwasannya kasus Salsinha cs. dapat menjadi penghambat bagi kegiatan penanaman modal asing di Timor Leste. Jawaban ini didasarkan atas asumsi bahwa Salsinha cs., status dan kondisinya disamakan sebagai penyakit tanaman yang mengancam bagi tanaman maupun bagi orang-orang yang hendak menanam, dan juga pemilik tanaman. Dengan demikian, faktor keamanan dijadikan sebagai indikator utama yang mempengaruhi proses dan jalannnya kegiatan investasi di negeri ini. Karenanya, setiap gangguan keamanan sekecil apa pun harus disingkirkan demi kelancaran dan kenyamanan kegiatan penanaman modal.

Kedua, jawabannya adalah ‘kurang benar’ bukan ‘tidak benar’ jika kasus Salsinha cs. dapat menjadi penghambat bagi kegiatan penanaman modal asing di Timor Leste. Dalam ekonomi-politik berlaku suatu dalil (aksioma) bahwa tanah yang bermasalah apabila dijadikan lahan kegiatan penanaman modal justru akan menghasilkan keuntungan. Dengan mengambil kasus pipa minyak di negara Irak (Negara Irak terletak di Asia Barat Daya bukan Timur Tengah/Middle East atau Timur Dekat/Near East), maka para pengusaha minyak dunia segera menaikkan harga minyak per barelnya, manakala para pejuang Irak sedang mengganggu pipa. Penaikan harga ini didasarkan pada alasan bahwa biaya produksi minyak mengalami peningkatan dengan dikeluarkannya cost produksi sosial seperti menyewa para tentara Amerika Serikat untuk menjaga keamanan sepanjang pipa.
Contoh lain adalah kasus investasi di Indonesia. Hampir semua masyarakat di kota Dili tahu bahwa di daerah Aceh sedang dilangsungkan Operasi Militer untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka (setidak-tidaknya sebelum Tsunami). Walaupun terdapat gangguan keamanan, maka perusahaan Amerika Serikat, yakni Exon Mobil tetap melakukan eksplorasi minyak di Aceh. Kasus yang hampir serupa adalah yang terjadi di daerah Papua Barat (Irian Jaya), di mana Tentara Nasional Indonesia/TNI juga sedang melakukan Operasi Militer untuk menumpas Gerakan Papua Merdeka. Meskipun dari sisi keamanan ini dapat dikatakan mengganggu, namun perusahaan Freeport Amerika Serikat tetap melakukan eksplorasi tambang emas di daerah Tembaga Pura, Timika, Papua Barat. Kasus ini juga sempat menimpa Timor Leste, di mana ketika sedang terjadi pergerakan invasi besar-besaran oleh TNI, justru pemerintah Australia dan Indonesia melakukan pembagian soal lahan minyak di Laut Timor. Atau dalam kasus April 2006 yang lalu, bagaimana kita melihat senjata rama ambon, katana, samurai, dan sebagainya berkeliaran di setiap gang kota Dili, tetapi para pedagang gerobak asal China atau Indochina (Vietnam, Thailand, Singapura) tetap mengayuh pedal gerobaknya sambil menawarkan barang dagangannya.
Ketiga, jawabannya adalah “Salah” jika kasus Salsinha cs. dapat menjadi penghambat bagi kegiatan penanaman modal asing di Timor Leste. Jawaban ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak variabel (selain variabel Salsinha/keamanan) yang dapat mempengaruhi masuknya investor asing di Timor Leste. Di antaranya adalah faktor keuntungan, jenis investasi, serta pembenaran atau cuci tangan.
Faktor keuntungan. Artinya, bahwa suatu modal diinvestasikan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Rendahnya nilai keuntungan dapat saja menjadi faktor penyebab enggannya para investor asing menanamkan modalnya di negara ini. Masalah minimnya keuntungan dapat saja disebabkan oleh tingginya ongkos produksi seperti upah tenaga kerja, kondisi para pekerja, pajak, nilai bahan baku, dan sebagainya. Tentunya, dengan kondisi yang demikian, para investor akan lebih memilih dan lebih suka menanamkan modalnya di negara lain yang keuntungannya dapat berlipat ganda.
Faktor jenis investasi. Faktor ini lebih terkait dengan bidang/lahan investasi, yakni pada bidang apa? Realitas yang ada adalah bahwa lahan-lahan subur yang sekiranya dapat menarik para investor untuk masuk hampir tidak ada lagi. Sumber daya alam seperti minyak dan kopi sudah ada yang memonopoli, termasuk juga Timor Telkom (meskipun untuk kasus Timor Telkom tergolong investor yang keras kepala karena tidak mau mengakui kelemahan dalam hal kinerja dan pelayanan publiknya). Jika toh ada investor yang masuk pada lahan yang kering, maka kepentingannya bukan lagi berkaitan dengan keuntungan ekonomis, melainkan kepentingan politik seperti masalah geo-politik Timor Leste: secara ekonomi merugikan, namun secara politik menguntungkan negara asal investor.
Faktor pembenaran atau cuci tangan. Artinya, statemen yang dikeluarkan oleh Menlu hanyalah sebuah upaya untuk menutupi kelemahan (ekstrimnya: kegagalan) dari barisan Diplomatik Timor Leste yang dipimpinnya, di mana hingga sejauh ini belum mampu menunjukkan diri sebagai ujung tombak dan penyambung lidah pemerintahan dalam negeri untuk dapat merayu, meyakinkan dan menarik para investor negara-negara tempat para Diplomat ditugaskan guna menanamkan modalnya di Timor Leste. Faktor ini dapat pula menjadi variabel penyebab yang dominan mengingat dalam teori Hubungan Internasional menyatakan bahwa Korps Diplomatik pemerintah merupakan salah satu aktor utama dalam menjalin kerjasama internasional.
Masih terkait dengan barisan Diplomatik, maka yang menjadi bagiannya adalah anggota-anggota pemerintah non-departemen luar negeri. Sebagaimana yang sering kita dengar, bahwa banyak para pejabat atau pegawai biasa yang sudah sering melakukan kunjungan ke luar negeri dengan misi tertentu (misi studi banding, pelatihan, dan sebagainya). Kenyataan di lapangan adalah sepulang dari kunjungan, maka apa yang telah di dapat selama berlangsungnya kunjungan tidak membawa dampak perubahan yang signifikan bagi kondisi dalam negeri. Kasus yang serupa juga dilakukan oleh para anggota Non-Governmental Organization (NGO) sebagai aktor non-negara/pemerintah.
Dan jika benar bahwasannya yang menjadi penyebab penghambat kegiatan investasi di negara ini adalah karena masalah keamanan, maka kasus Salsinha cs dan kampu Aitarak-Laran harus segera diselesaikan. Sebaliknya, jika bukan masalahan keamanan atau Salsinha cs. yang menjadi faktor penghambat, maka: pertama, telah terjadi character ‘hasyashiyyin’ assassination (pembunuhan carakter) atas Menlu terhadap Salsinha cs. (bagi Salsinha: sudah jatuh tertimpa tangga, masuk dalam lubang sumur tak bertuan). Kedua, ironis!

Tulisan pernah dimuat di Harian Suara Timor Lorosa'e/STL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar